ADA DAN TIADA PENERAPAN ETIKA PARIWARA PADA IKLAN PERAWATAN WAJAH DI INDONESIA
ADA DAN TIADA PENERAPAN ETIKA PARIWARA
PADA IKLAN PERAWATAN WAJAH DI INDONESIA
Oleh : Annita Rahmawati Dewi - KOM A
Kecantikan merupakan
suatu kata yang identik dengan kaum perempuan. Berdasarkan pengertiannya,
kecantikan selalu dikaitkan dengan kebahagiaan, kebenaran, kebaikan, sifat positif
dan utamanya ditekankan pada wajah (Synnott, 1993) . Representasi perempuan
yang dinilai cantik umumnya adalah karena memiliki wajah yang bersih dan putih.
Konstruksi kecantikan perempuan memiliki wajah bersih dan putih ini tentu tidak
dapat dihindarkan dari campur tangan media. Media seringkali menggambarkan
perempuan berkulit putih sebagai orang yang lebih menarik dibandingkan
perempuan dengan warna kulit yang lebih gelap. Penggambaran ini tampaknya
mencerminkan persepsi publik. Penggambaran tersebut dengan mudah ditemukan
dibeberapa media, salah satunya adalah iklan. Hal ini terjadi pada dunia
periklanan kosmetika. Perusahaan kosmetika menampilkan perempuan yang memiliki
kriteria wajah yang bersih dan putih sebagai model dari produk tersebut. Sampai
akhirnya iklan tersebut mampu mempersuasif calon konsumen.
Menurut Dewan Periklanan Indonesia (DPI) (2007) “Iklan merupakan pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.” (Halim, 2014) . Pada intinya, iklan merupakan salah satu tindakan persuasif yang ditujukan untuk mengajak atau membujuk khalayak agar dapat menerima pesan yang tersampaikan dengan mengubah perilaku atau mengambil tindakan. Iklan juga merupakan sarana komunikasi yang dapat menarik perhatian masyarakat yang disebarluaskan melalui media massa seperti melalui televisi, semakin iklan itu kreatif maka semakin banyak perhatian yang didapat dari khalayak. Hal ini sejalan dengan pengertian periklanan menurut Monle Lee dan Carla Johnson (2004) dalam (Yonatan, 2011) periklanan adalah komunikasi komersil dan nonpersonal tentang sebuah organisasi dan produk – produknya yang ditransaksikan ke suatu khalayak target melalui media bersifat massal seperti televisi, radio, koran (surat kabar), majalah, direct mail (pengeposan langsung), reklame luar ruangan, atau kendaraan umum. Kemudian, menurut Tjiptono (1997) periklanan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan, atau keunggulan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian (Firmansyah, 2019) .
Tujuan periklanan sendiri untuk menyebarluaskan informasi di berbagai media massa hingga dapat tersampaikan ke khalayak dan bentuknya secara tidak langsung, sehingga periklanan tersebut dikatakan nonpersonal dan merupakan suatu alat komunikasi untuk mempromosikan produk atau jasa serta pemasang iklan harus membayar sekian tarif tertentu yang sudah disepakati. Sedangkan, menurut Tjiptono dalam (Roshida, 2019) berpendapat bahwa iklan memiliki tiga tujuan utama, yaitu menginformasikan produk yang ditawarkan dan menciptakan permintaan awal, membujuk dan mempengaruhi konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan, serta mengingatkan konsumen mengenai keberadaan suatu produk serta berupaya melekatkan nama atau merek produk tertentu di benak konsumen. Adanya iklan dibuat juga untuk sebagai media untuk mendorong penjualan yang bersifat hard sell yang bagus.
Menurut (Shimp, 2014) dalam fungsi iklan mencakup lima fungsi penting komunikasi. Pertama, informing atau memberikan informasi, iklan ditujukan untuk mengenalkan keunggulan produk tersebut dibandingkan dengan produk lain. Selain itu, iklan juga memfasilitasi kreatifitas citra merek. Karena, iklan merupakan bentuk paling efisien dan memiliki kemampuan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dengan biaya yang terjangkau. Kedua, persuading atau membujuk, periklanan dapat membentuk preferensi merek, mengubah persepsi konsumen tentang atribut produk, mengajak konsumen untuk mencoba produk atau jasa yang diiklankan dan membujuk konsumen untuk membeli. Ketiga, reminding atau mengingatkan, iklan merupakan ciri khas dari masing – masing perusahaan, sehingga merek perusahaan tersebut selalu ada di dalam benak konsumen. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang mampu memberikan ciri khas berupa memori – memori kepada konsumen yang memungkinkan konsumen menjadikan produk tersebut sebagai produk pilihannya. Keempat, adding value atau memberikan nilai tambah, iklan memberikan nilai tambah pada suatu merek atau produk dengan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih bergaya dan lebih unggul dari tawaran pesaing. Terakhir, membantu upaya lain perusahaan, iklan hanya salah satu dari elemen komunikasi pemasaran. Peran utama iklan adalah untuk memudahkan elemen komunikasi pemasaran yang lain misalnya dengan memberikan diskon atau mengenali kemasan produk, mengenali nilai produk yang ada di majalah atau koran harian (Fithriasari, 2018) .
Dunia periklanan di Indonesia kini sudah sangat berkembang, perusahaan periklanan berkompetisi untuk membuat karya – karya iklan dengan kreatifitasnya masing - masing. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, salah satu fungsi iklan adalah dengan reminding atau mengingatkan kesadaran merek. Suatu perusahaan dalam membuat iklan memiliki ciri khas masing – masing ketika menyampaikan pesannya. Bagi suatu perusahaan, iklan tidak hanya sekadar promosi produk tetapi juga sebagai penanaman citra bagi konsumen atau calon konsumen mengenai produk yang ditawarkan. Keberadaan citra yang dibentuk oleh iklan seringkali menggiring khalayak untuk percaya pada produk, sehingga mendorong calon konsumen untuk mengkonsumsi maupun mempertahankan loyalitas. Maka dari itu, setiap perusahaan memiliki ciri khas masing – masing untuk menyampaikan pesan agar khalayak bisa memilih produk tersebut sebagai produk pilihannya karena mereka sudah percaya pada produk tersebut.
Namun, seringkali ditemukan di Indonesia iklan yang mengandung unsur tidak etis. Iklan yang tidak etis itu sangat merugikan khalayak terutama yang melihatnya dan memutuskan untuk membeli, karena iklan yang tidak etis dapat membohongi, memberikan informasi yang tidak benar, dapat menyesatkan dan juga menipu publik. Iklan kecantikan yang ada di Indonesia menjadi salah satu contoh. Perempuan menjadi sasaran utama dalam iklan ini, karena perempuan selalu merepresentasikan ingin menjadi cantik dengan kriteria memiliki wajah yang cerah dan kulit yang halus. Dengan menjadi cantik, perempuan berusaha dengan cara apapun termasuk menggunakan produk – produk kecantikan, tetapi pastinya konsumen akan percaya dan yakin akan produk kecantikan jika produk tersebut terbukti akan khasiatnya berdasarkan uji klinis dari para ahli. Kerap kali ditemukan dalam iklan kecantikan yang sangat menjanjikan seperti dapat mencerahkan wajah dalam waktu yang singkat. Dalam suatu iklan kecantikan hal tersebut bisa menentang suatu kebenaran yang ada.
Kebenaran menjadi salah satu aspek penting dalam periklanan. Kebenaran dalam iklan, maka sejatinya tidak lebih dari logika ekonomi liberal yang berujung pada akumulasi keuntungan (Mufid, 2009) . Karena iklan mengandung pesan yang dapat mempersuasif khalayaknya dan harus dipertanggungjawabkan. Artinya, perusahaan tersebut tidak semena – mena membuat iklan tetapi juga punya tanggung jawab berupa kebenaran informasi pada produk tersebut. Termasuk ikut memberikan arahan, batasan dan masukan pada iklan agar tidak terjadi janji yang berlebihan atas kemampuan nyata suatu produk. Seberapa jauh tanggung jawab pengiklan pada pesan – pesan iklan yang melanggar etika, akibat kesalahan informasi yang diberikan kepada perusahaan periklanannya (Mufid, 2009) .
Sumber : YouTube Cuplikan Iklan GARNIER Light Complete White Speed : Super Essence |
Sumber : YouTube Cuplikan Iklan POND'S Flawless White : Dewy Rose Gel |
Sumber: YouTube Cuplikan Uji Perbandingan dengan Produk Lain di Iklan POND'S Flawless White : Dewy Rose Gel |
Contoh lainnya adalah iklan dari POND’S Flawless White : Dewy Rose Gel. Dalam iklan tersebut, menjelaskan bagaimana proses kerja Pond’s Flawless White : Dewy Rose Gel untuk menyamarkan noda hitam di wajah. Di video tersebut juga terlihat Pond’s mencoba membandingkan dengan produk lain yang tidak tertulis. Ini adalah salah satu upaya untuk mempersuasif khalayak agar calon konsumen dapat memilih produk ini yang cara menguatkannya dengan membandingkan pada produk lain. Tagline pada iklan ini “Miliki wajah mulus, noda tersamarkan mulai dalam 7 hari bersama POND’S Flawless White Dewy Rose Gel. Inilah janji POND’S.” Dengan tagline seperti itu, dalam hal ini Pond’s menjanjikan calon konsumen ditambah dengan kalimat terakhirnya yaitu “Inilah janji POND’S” bahwa ada perubahan secara nyata ketika menggunakan produk ini dalam jangka waktu 7 hari. Melalui kata “hanya” dikarenakan hanya jangka waktu yang diberikan termasuk jangka yang relatif cepat untuk seseorang mendapatkan perubahan setelah memakai. Pond’s juga memberikan secara terang – terangan bahwa mereka memiliki formula sebagai pemutih kulit terutama wajah dan juga sebagai pencerah.
Namun, ketika balik lagi pada tagline Garnier bahwa mencerahkan seketika tidak berarti dapat mencerahkan untuk terus – menerus. Seketika diartikan akan cerah pada saat itu juga ketika setelah memakai atau dengan artian tidak memiliki jangka waktu yang lama. Ini artinya, kita akan mendapatkan wajah yang cerah atau lebih baik ketika harus menambahkan produk lain yang mendukung untuk mencerahkan wajah dan harus digunakan secara rutin untuk mendapatkan hasil tersebut. Sedangkan, statement produk Pond’s yang meyakinkan bahwa wajah akan terlihat perubahan ketika dalam kurun waktu 7 hari dan memberikan keyakninan dengan memberikan kalimat “Inilah Janji POND’S”. Hal ini senada dalam Etika Pariwara Indonesia mengenai tata krama pada iklan kosmetika dan perawatan tubuh pada pasal 2 ayat 7 poin 2 yang mengatakan bahwa iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya harus dilakukan secara teratur dan terus menerus. Selain itu juga pada pasal 2 ayat 7 poin 3 yang berbunyi Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan produk kosmetika. Sedangkan iklan tersebut tanpa disadari dengan jelas memberikan informasi yang menjanjikan menggunakan produk tersebut yang sebenarnya belum diketahui apakah akan bekerja sebagaimana yang telah dijanjikan. Meskipun hiperbolisasi pada iklan dianjurkan, tetapi seharusnya tidak memberikan janji dengan menggunakan kalimat “Inilah janji POND’S” yang seakan – akan membuat bahwa produk inilah yang dapat memberikan bukti yang lebih kuat dibandingkan produk lain.
Menurut Etika Pariwara Indonesia, pada pasal 2 ayat 7 poin 4 iklan tidak boleh memanipulasi tampilan atau menyajikan hasil tampilan yang bukan diperoleh dari penggunaan secara normal atau wajar dari produk terkait (Dewan Periklanan Indonesia, 2014) . Seperti pada iklan Garnier, mereka menggunakan seorang publik figur yang memang sudah memiliki wajah yang cerah dan bersih. Hal ini menguatkan Garnier bahwa semua konsumen yang menggunakan produk tersebut akan mendapatkan hasil yang sama seperti model tersebut. Hal ini justru di melanggar Etika Pariwara Indonesia.
Pelanggaran etika lainnya adalah mengenai persaingan antar produk. Seperti yang tertulis di atas, Garnier menjanjikan menyamarkan noda hitam dalam kurun waktu 6 hari, sedangkan Pond’s dalam kurun waktu 7 hari. Hal ini mengartikan kedua produk tersebut berlomba – lomba untuk menyampaikan keunggulannya. Calon konsumen akan menjadi bimbang untuk memilih produk mana yang akan menjadi pilihan tepatnya. Senada dengan tata krama Etika Pariwara Indonesia pada pasal 1 ayat 21 poin 1 yaitu Iklan tidak boleh meniru iklan produk lain (Peniruan tidak boleh dilakukan dalam seluruh variabel iklan termasuk jalan cerita, pengucapan pesan, penulisan pesan, dan nada lagu atau hal-hal yang menimbulkan kesan sama. Peniruan iklan ini berlaku untuk segala materi iklan di seluruh dunia.) (Dewan Periklanan Indonesia, 2014) . Hal ini juga didukung oleh salah satu asas periklanan yang mengatakan “Bersaing secara sehat adalah tidak meniru, tidak merendahkan dan menguntungkan stakeholder” (Dewan Periklanan Indonesia, 2014) .
Dapat disimpulkan bahwa etika periklanan pada iklan kecantikan khususnya pemutih wajah belum menerapkan etika periklanan dengan baik. Sebagaimana seharusnya etika periklanan yang benar sudah dicantumkan pada Etika Pariwara Indonesia. Kemudian, kebenaran dalam iklan seharusnya bisa dipertanggungjawabkan, tidak hanya sekedar memberikan janji yang dibuat untuk menarik calon konsumen. Walaupun sebenarnya tidak semua iklan kecantikan melanggar Etika Pariwara Indonesia, masih banyak juga yang memenuhi Etika Pariwara. Hal ini didukung karena memberikan hasil produk yang nyata dan memberikan bukti hasil uji klinis dari para ahli. Iklan kecantikan seperti ini lah yang baik dan benar dan dengan adanya hal tersebut, maka bisa menjadi keuntungan baik dari pihak perusahaan dan juga konsumen, karena konsumen merasa mendapatkan suatu produk yang meyakinkan dan semakin banyak konsumen yang membeli akan menjadi keuntungan bagi perusahaan tersebut. Secara umum, iklan kecantikan perempuan yang ditampilkan di media tidaklah menimbulkan masalah selama konsumen mampu mendeteksi adanya usaha penggiringan penawaran produk (Yudoko, 2015) . Sebagai konsumen, kita juga harus bisa lebih selektif dalam memilih produk kecantikan yang akan kita gunakan, karena bagaimanapun keputusan membeli adalah dari diri sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Dewan Periklanan Indonesia. (2014). Etika Pariwara Indonesia (Amandemen 2014). Jakarta: Dewan Periklanan Indonesia.
Firmansyah, A. (2019). Pemasaran Produk dan Merek (Planning & Strategy). Surabaya: Penerbit Qiara Media.
Mufid, M. (2009). Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Shimp, T. A. (2014). Komunikasi Pemasaran Terpadu dalam Periklanan dan Promosi. Jakarta: Salemba Empat.
Synnott, A. (1993). Tubuh Sosial : Simbolisme, Diri dan Masyarakat. Jogjakarta: Jalasutra.
Synnott, A. (1993). Tubuh Sosial : Simbolisme, Diri dan Masyarakat. Jogjakarta: Jalasutra.
Jurnal / Skripsi :
Astuti, M. (2014). Peranan Media Periklanan Dalam Pembelian Mobil Truk Pada PT. Astra Internasional TBK. Auto 2000 Cabang Plaju Palembang. Laporan Akhir, 15.
Fithriasari, D. (2018). Pengaruh Terpaan Iklan Sampoerna Terhadap Brand Awareness dan Brand Attitude Pada Produk Rokok Sampoerna A Motion. Skripsi, 12.
Halim, A. N. (2014). Pengaruh Iklan Politik Di Televisi Terhadap Sikap Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum (Studi Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah). Skripsi, 10.
Roshida, M. (2019). Efektifitas Promosi Dalam Meningkatkan Jumlah Siswa Baru di SMA Muhammadiyah 7 Panceng Kabupaten Gresik. Skripsi, 10.
Yonatan. (2011). Kajian Pemilihan Surat Kabar Sebagai Media Periklanan Dengan Analisis Ccream. Skripsi, 10.
Yudoko, K. (2015). Rekayasa Visual Iklan Kosmetik. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1.
Artikel Media :
Kompas.com. (2018, Maret 25). Advertorial Kompas.com. Retrieved from Kompas.com: https://biz.kompas.com/read/2018/03/25/231046328/lelah-atasi-masalah-kulit-kusam-berikut-cara-cepat-mencerahkan-wajah
Comments
Post a Comment