9. KEPENTINGAN, TEKANAN EKONOMI, DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Kepentingan dan
tekanan ekonomi menjadi salah satu faktor terberat dalam mempertahankan
objektivitas seseorang. Namun, bagaimanapun setiap orang harus mengedepankan
tanggung jawab sosial. Cukup mudah memahami topik kali ini, karena pada
dasarnya hal-hal di atas seperti punca dari masalah-masalah di media massa
dalam berkomunikasi. Komunikasi dalam berbagai
level pada dasarnya memiliki berbagai tujuan, misalnya mencari atau memberi
informasi, persuasi, membantu orang lain dan bekerja dsb.
Dalam konteks komunikasi massa,
komunikasi pun memiliki tujuan terkait fungsi media massa (informasi, hiburan,
pendidikan dan hiburan). Media sesuai
kepemilikan dan orientasi siarannya, khususnya media komersil melaksanakan
siaran dengan tujuan melayani kebutuhan publik untuk memeroleh keuntungan
finansial. Hal tersebut yang dijelaskan pernyataan “berkomunikasi” adalah
“berekonomi”. Namun, mari kita fokus memahami
apa itu tekanan ekonomi terlebih dulu.
A. Tekanan
Ekonomi dan Tanggung Jawab Sosial
Tekanan ekonomi
mempengaruhi komunikasi yang dilakukan dan dalam berkomunikasi ada tanggung
jawab sosial. Dalam komunikasi massa, tekanan ekonomi berasal dari tiga sumber,
yaitu :
1. Pendukung
finansial; investor, pemilik, pemasang iklan, dan pelanggan.
2. Para
pesaing atau competitor.
3. Masyarakat
atau public secara umum.
Karena
saat ini pertumbuhan pasar yang semakin bersaing membuat institusi media
menjadi ekspansi bisnis para pengusaha, sehingga banyak keputusan - keputusan
yang diambil berdasarkan keuntungan komersil belaka. Sebuah idealisme
jurnalistik terkadang memang dikalahkan oleh sebuah kekuasaan keuangan.
Sehingga keputusan-keputusan manajemen media hanya berdasarkan sebuah keuangan
semata, dan meletakkan idealisme jurnalistik ke urutan paling bawah. Hal ini
menyebabkan adanya dilema antara nilai etis antara tanggung jawab sosial dan
tekanan ekonomi yang ada demi kelangsungan institusi media itu sendiri.
B. Neoliberalisme
sebagai Kekuatan Ekonomi Baru
Pada
intinya, gagasan pokok neoliberalisme adalah menjadikan ekonomi sebagai kunci
untuk memahami dan mendekati berbagai masalah, penggusuran arena hidup sosial
menjadi urusan individu, dan pemindahan regulasi dari arena sosial ke urusan
personal. Para fundamentalis pasar begitu percaya bahwa tidak hanya produksi,
distribusi, dan konsumsi yang tunduk pada hukum pasar, tapi seluruh kehidupan.
Tindakan dan hubungan antarpribadi kita maupun tindakan dan hubunga legal,
sosial, dan politis kita hanyalah ungkapan dari model hubungan menurut
kalkulasi transaksi ekonomi. Ketika kita berkomunikasi, dalam kacamata
neoliberalisme maka sejatinya kita tengah memenuhi kebutuhan. Dengan demikian
“berkomunikasi” pada dasarnya adalah “berekonomi”.
Priyono
(dalam Wibowo, 2003: 54), mengidentifikasi implikasi ontologis manusia sebagai homo economicus yang mencakup dua hal;
pertama, hubungan-hubungan antar pribadi dan sosial mesti dipahami dengan
menggunakan konsep dan tolok ukur ekonomi. Kedua, prinsip ekonomi juga
merupakan tolok ukur untuk mengevaluasi berbagai tindakan dan kebijakan
pemerintah suatu negara. Neoliberalisme menuntut kinerja pasar bebas sebagai
satu-satunya tolok ukur untuk menilai berhasil tidaknya semua kebijakan
pemerintah.
Menurut
Wibowo (2003: 3), pada tataran makro paling tidak terdapat tiga faktor yang
mendorong munculnya neoliberalisme. Pertama, berkembangnya perusahaan
multinasional sebagai kekuatan yang nyata dan bahkan memiliki aset kekayaan
yang lebih besar daripada negara-negara kecil di dunia. Kedua, munculnya rezim
internasional yang berfungsi sebagai surveillance
system, untuk menjamin bahwa negara-negara di dunia patuh menjalankan
prinsip pasar bebas dan perdagangan bebas. Dan ketiga, terjadinya revolusi di
bidang teknologi komunikasi dan transportasi. Gilpin & Gilpin (2002: 176),
Menggarisbawahi bahwa perubahan teknologi menjadi basis perubahan-perubahan
peran MNC dalam ekonomi global. Kemajuan-kemajuan revolusioner dalam komunikasi
dan transportasi secara teknis memungkinkan bisnis- bisnis mengorganisasikan
serta mengelola sistem industri dan distribusi global.
Pada
saat yang sama Neoliberalisme mengidealkan Internasionalisasi kekuatan pasar
bahwa bukan hanya mekanisme pasar harus dipakai untuk mengatur ekonomi sebuah
negara tapi juga untuk mengatur ekonomi global. Begitu juga halnya dengan
investasi yang tidak ditanamkan secara lokal melainkan harus merambat keseluruh
pelosok bumi mengikuti hukum supply dan
demand. Gejala yang baru ini
meninggalkan wilayah “political economy”
biasa dan memasuki wilayah yang kini ramai disebut “international political economy”.
Privatisasi
sebagai salah satu kebijakan penting Neoliberalisme dapat dipahami dari
gagasannya tentang hubungan pemerintah dan sektor bisnis. Neoliberalisme
melihat bahwa negara tidak punya alasan apapun untuk mencampuri dan mengawasi
pasar karena pasarlah yang justru merupakan prinsip yang mendasari negara dan
masyarakat. Pasar juga yang menjadi tolak ukur sebuah keberhasilan dan
kegagalan negara, karena itu bila kebijakan sosial mengganggu kinerja pasar
seharusnya dihapus.
Negara
dalam perspektif Neoliberal tidak hanya diharuskan untuk mempertahankan peran
tradisionalnya sebagai “ penjaga malam “ tapi juga berkewajiban untuk
mengembangkan Teknik-teknik mengontrol warga, tanpa negara harus bertanggung
jawab terhadap mereka. Karena dalam Neoliberalisme masyarakat merupakan
kerumunan para Wirausahawan yang otonom. Apa yang dianggap sebagai masalah
sosial (pengangguran, kemiskinan, dll) kemudian menjadi masalah individu dan
solusinya adalah individual self-care (perawatan
pribadi). Dengan itu, terjadi kesamaan sebangunan antara individu sebagai
pelaku dan individu sebagai pelaku moral bagi dirinya sendiri.
Gelombang
neoliberalisasi yang ditandai dengan upaya penghapusan regulasi negara atas
industri media, walaupun dari satu sisi memang telah membebaskan media dari
kontrol negara,namun pada sisi lain akan memperbesar kerentanan media terhadap
represi rejim kapital, yang mengarah pada suatu “ kedikatatoran pasar”. Oleh
karena itu, deregulasi sektor industri media di tanah air juga telah mengarah
pada ekspansi market regulation,
beserta segala kecendrungan untuk menyerahkan segalanya kepada mekanisme pasar
tertentu. Kata kunci yang seolah ditonjolkan oleh para “fundamentalis pasar”
adalah “leave the things to the market”.
C. Tanggung Jawab Sosial
Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia bahwa seluruh tindakan akan mempunyai suatu
konsekuensi. Perbuatan tidak tanggung jawab adalah perbuatan yang seharusnya
dilakukan, tetapi tidak dilakukan. Tanggung jawab merupakan restriksi
(pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia. Tidak ada batasannya,
kecuali kebebasan orang lain. Menurut Prof. Burhan Bungin (2006:43), mengatakan
bahwa kehidupan kelompok adalah sebuah naluri manusia sejak dilahirkan. Untuk
memenuhi naluriah manusia, maka manusia saat melakukan proses keterlibatannya
dengan orang dan lingkungannya, proses ini dinamakan adaptasi. Adaptasi dengan kedua lingkungan tadi,
manusia lain dan lingkungan sekitar, membuat struktur sosial yang baru disebut
kelompok sosial.
Kelompok
sosial adalah kelompok kehidupan manusia yang sama di dalam himpunan atau
kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relatif kecil yang hidup
secara guyub. Ada beberapa kelompok
sosial yang dibentuk secara formal dan memiliki aturan-aturan yang jelas. Berdasarkan struktur kelompok dan proses
sosialnya, maka kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa karakter yang
penting. Kerumunan (crowd) merupakan kelompok manusia yang terbentuk
secara kebetulan, tiba-tiba (suddenly) dalam suatu tempat dan waktu yang
sama karena secara tidak sengaja memiliki pusat perhatian yang sama. Manusia
pada awalnya lahir dalam kelompok formal-primer yaitu keluarga yang disebut
sebagai salah satu dari jenis kelompok-kelompok kecil yang paling berkesan atau
melekat bagi setiap individu.
Karena
adanya suatu kesempatan, perkembangan fisik, intelektual, dan pengalaman
seorang individu mulai berkeskplorasi keluar dari kelompok keluarga untuk
memasuki dan menyebar menjalankan berbagai kegiatannya yang bertemu dengan
manusia lain yang memiliki kesamaan tujuan, kepentingan, dan berbagai aspirasi
lainnya. Dalam proses pelepasan tersebut akan membentuk kelompok lainnya dan
juga individu terus beradaptasi. Di dalam kelompok, masing-masing anggota
berkomunikasi, saling berinteraksi, saling pengaruh mempengaruhi satu dengan
lainnya. Pergaulan dalam kelompok tersebut memengaruhì dan menghasilkan
kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi budaya bagi setiap anggota kelompok,
kebiasaan itu menciptkan pola perilaku yang terus-menerus.
D. Isu
Ekonomi Dalam Media Massa
Ekonomi dipahami sebagai
ilmu atau kajian yang menelaah kekuatan atau kemampuan yang mengalokasikan
sumber untuk memenuhi kebutuhan yang dipersaingkan. Menurut Straubhaard dan
LaRose dalam buku Me- dia Now (2002), ada beberapa tipe masyarakat ekonomi yang
membentuk perkembangan media massa, yaitu:
1) Masyarakat
pertanian di mana produksi dan distribusi ditandai dengan dinamika produksi dan
distribusi yang bersifat lokal dan kedaerahan.
2) Masyarakat
industri yang ditandai dengan standarisasi dan pengolahan produksi dan
distribusi massal.
3) Masyarakat
informasi yang ditandai internasionalisasi dan komersialisasi informasi yang
ada dalam masyarakat.
Perkembangan media massa
berkembang melalui pembangunan skala ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan
keuntungan dari pasar yang lebih luas. Dalam perkembangan selanjutnya, media
massa juga tidak dapat dipisahkan dengan hukum persaingan karena industri media
massa yang didirikan tidak lagi sebagai pemain tunggal. Dalam iklim ekonomi,
tidak menutup kemungkinan terjadinya monopoli. Hal ini bisa mengakibatkan
sistem permainan ekonomi dalam media massa juga. Hanya memang ada masalah yang
berkaitan dengan atmosfer ekonomi ini, yaitu masalah kepemilikan media massa
yang justru melemahkan peran dan fungsi sosial media massa, dalam hal ini
melemahkan proses keragaman informasi yang diperlukan oleh masyarakat.
Dari sekian banyak motif
ekonomi, motif yang paling pokok ialah motif keuntungan. Faktor keuntungan
ialah faktor yang mengoperasionalisasi-kan industri media sampai ke
organisasi-organisasinya dan merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah
industry media massa. AG Eka Wenats (dalam http://ekawenats. blogspot.com)
mengidentifikasi delapan untungan yang bisa diraih media, yakni:
1) Penjualan
langsung yaitu di mana industri dalam hal ini media menjual langsung barang
kepada masyarakat.
2) Penyewaan,
industri, dalam hal ini perusahaan media menyediakan cara lain untuk
mendapatkan uang dari konsumen yaitu dengan menyewakan barang- barang atau jasa
informasi.
3) Langganan
adalah pembayaran atas pelayanan atau jasa atau produk informasi yang
berkelanjutan, seperti koran, majalah, atau tv kabel.
4) Biaya
pemakaian adalah biaya langsung yang ditetapkan kepada konsumen apabila mereka
memakai atau memanfaatkan jasa dan produk informasi
5) Periklanan
merupakan bentuk utama yang digunakan dari kebanyakan industri media. Pengiklan
membeli ruang dan waktu dalam media massa, dalam hal ini pengiklan akan
memperhatikan rating media yang nantinya akan berhu- bungan dengan terpaan
iklan terhadap konsumen.
6) Sindikasi
adalah penyewaan atau lisensi dari isi media pada outlet media massa.
7) Biaya
lisensi adalah kompensasi yang diberikan kepada pencipta isi media dari setiap
pemakaian isi media yang dimanfaatkan oleh orang lain atau disebut dengan
royalty.
8) Subsidi
adalah biaya yang ditujukan oleh media massa publik yang diisi dengan iklan
komersial. Subsidi ini didapatkan dari pajak atau donasi dari kelompok
masyarakat yang memberikan sumbangan kepada ragam media publik ini.
E. Isu Moral Versus Kepentingan Ekonomi
Konsekuensi logis dari
usaha untuk mengembangkan media adalah kebutuhan modal atau kapital yang lebih
besar. Kompleksitas industri komunikasi massa sebagai suatu yang tak
terelakkan; tidak bisa menghindari adanya konsolidasi dan proses konsentrasi
yang mau tidak mau dilakukan oleh setiap pelaku komunikasi massa untuk tetap
bisa berproses sebagai sebuah industri sosial ekonomi.
Pada awalnya industri
media hanya menyampaikan informasi yang benar dan akurat tanpa ada pengaruh
atau tekanan dari sesuatu namun saat ini media juga dijadikan sebagai sarana
untuk para pengusaha demi memperluas jangakaun audiensnya. Seperti, membentuk
opini publik, mengangkat citra perusahaan dan lain-lain.
Semua tayangan dari media
dijadikan pasar yang memperlihatkan semua produk dari pemasangan iklan dan para
sponsor-sponsor acara yang membuat penontonnya menjadi konsumtif. Media adalah
sesuatu yang unik karena bisnis mereka mengambil keuntungan tidak langsung dari
konsumen tetapi langsung dari pemasang iklan. Produknya adalah berita,
informasi, dan juga hiburan.
Dalam konteks
ekonomi-politik media, terdapat tiga tolak ukur sistem sosial politik yang
demokratis. Pertama, peniadaan ketimpangan sosial dalam masyarakat. Kedua,
pembentukan kesadaran bersama tentang pentingnya mengutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi. Dalam situasi seperti ini budaya apolitik
demokratis akan tumbuh subuh di dalam masyarakatnya. Ketiga, dmokrasi
membutuhkan sistem komunikasi politik yang efektif. Warga negara harus
mempunyai keterlibatan penuh dan partisipasi yang tinggi terhadap proses-proses
pembentukan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Komunikasi yang efektif
menjadi penting ketika sistem sosial dan politik bertambah kompleks. Tanpa ini,
mekanisme kerja sistem politik dan demokrasi akan terhambat.
Term demokrasi, dengan
demikian dapat diartikan sebagai suatu sistem sosial-politik yang memberikan
jaminan penuh terhadap kebebasan individu. Hanya saja, kebebasan individu baru
akan berarti jika setiap individunya memperoleh informasi yang cukup serta
memiliki keterlibatan dan partisipasi politik yang tinggi. Hubungan timbal
balik bahwa demokratisasi media dalam pengertian “pemberian power” jurnalis
media untuk bekerja sesuai dengan profesi dan etika jurnalis media untuk
bekerja sesuai dengan profesi dan etika jurnalisnya serta peniadaan faktor hegemonik
dan intervensi, pada gilirannya jug amendorong perkembangan iklim demokrasi.
Menurut Mosco (1966:30),
terdapat tiga entry konsep dalam ekonomi-politik media yang menarik untuk
dikaji yaitu komodifikasi, spasialisasi, dan strukturisasi. Dengan empat bentuk
identifikasi komodifikasi, yakni:
1. Komodifikasi
isi, adalah proses mengubah pesan dan sekumpulan data ke dalam sistem makna
sehingga menjadi produk yang dapat dipasarkan.
2. Komoditi
khalayak, adalah proses media menghasilkan khalayak kemudian “menyerahkannya”
kepada pengiklan.
3. Komoditi
cybernets, terbagi atas intrinsic comodification dan extensive
comodification. Pada yang pertama
menentukan rating, media mempertukarkan rating,
sedangkan pada yang kedua komodifikasi menjangkau seluruh kelembagaan sosial
sehingga akses hanya dimiliki media.
4. Komodifikasi
tenaga kerja menggunakan teknologi untuk memperluas prosesnya dalam rangka
menghasilkan komoditas barang dan jasa.
Spatialization,
yaitu proses untuk mengatasi perbedaan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial.
Elaborasi Mosco tentang spasialisasi menyangkut pula tentang isu integrasi. Ia
membagi integrasi menjadi dua; vertikal dan horizontal. Structuritation,
yaitu menyatukan gagasan dan agensi, proses dan praksis sosial ke dalam
analisis struktural. Mosco menggaris bawahi kehidupan sosial itu sendiri secara
substansial terdiri atas struktur dan agensi. Karakteristik penting dari teori
ini adalah kekuatan yang diberikan pada perubahan sosial. Proses perubahan
sosial adalah proses yang menggambarkan bagaimana struktur diproduksi oleh agen
yang bertindak melalui medium struktur.
Sedangkan
Golding dan Murdock (dalam Barret, 1995, h. 187), mengajukan mapping hubungan media dan kekuatan
ekonomi-politik menjadi empat, yaitu perkembangan media, perluasan jangkauan
korporasi, komodifikasi, dan perubahan peran intervensi negara dan pemerintah.
Konsentrasi jontrol dan pengaruh industri media ke dalam beberapa perusahaan,
karenanya, lebih merupakan akibat tiga proses yang saling terhubung, yaitu
dosverifikasi dan internasionalisasi.
Keduanya
menjelaskan bahwa ada dua macam integrasi, yaitu vertikal (ketika suatu
perusahaan melakukan perluasan dalam satu level unit produksi) dan horizontal
(ketika suatu perusahaan melakukan perluasan dalam level unit yang berbeda).
Kedua macam integrasi tersebut terjadi melalui proses merger atau take-over.
Secara spesifik integrasi horizontal memungkinkan perusahaan untuk melakukan
konsolidasi sekaligus memperluas kontrol melalui maksimalisasi skala resources ekonomi.
Sedangakn
integrasi vertikal terjadi saat perusahaan juga berminat untuk beroprasi dalam stage lain produksi, seperti penyediaan
bahan material, perlengkapan, dan distribusi. Pada sisi lain, disverifikasi
memungkinkan perusahaan untuk melindungi diri dari efek resesi pada bagian
tertentu. Sejak lama Golding dan Murdock melihat terjadi industrialisasi media
yang ditandai dengan perubahan dari berntuk pemisahan menuju pemusatan yang
dijelaskan melalui empat siklus.
1. Siklus
pertama, meliputi produksi media dalam skala kecil/pribadi dari perluasan
produk budaya. Distribudi dan penjualan mulai dipisahkan dan
dikomersialisasikan.
2. Siklus
kedua, terjadinya industrialisasi dalam proses produksi maupun dostribusi
akibat masuknya teknologi baru ke industri media.
3. Siklus
ketiga, ketika masa industri telah mengalami masa kejenuhan oleh karena tekanan
berturut-turut dan perubahan pola permintaan yang mengakibatkan munculnya
pemusatan-pemusatan industri.
4. Siklus
keempat, perkembangan dari ketegangan antara kemampuan teknologi baru di satu
sisi dan perhatian di bidang ekonomi di sisi yang lain secara dialektis.
Wacana
perihal konsekuensi kapitalisme terhadap media tidak terlepas dari industri
media yang berkembang di antara titik tolak kepentingan masyarakat dan negara
sebelum akhirnya terhimpit diantara kepungan modal dan kekuasaan. Sebagai capitalist venture, media massa juga
beroperasi dalam struktur industri kapitalis yang tidak selalu memfasilitasi,
juga mengekang.
Smythe
membagi tiga hal yang dapat digunakan sebagai patokan untuk mengidektifikasi
karakteristik suatu industri media, yaitu (1) customer requirements, merujuk pada harapan konsumen tentang produk
yang mencakup aspek kualitas diversifitas dan ketersediaan; (2) competitive environment, yaitu
lingkungan pesaing yang dihadapi perusahaan; dan (3) social expectation, berhubungan dengan tingkat harapan masyarakat
terhadap keberadaan industri.
Karenanya,
persoalan modus komersialisasi indutri media massa mengandung berbagai
kelemahan diantaranya; Pertama,
para kapitalis media memang telah berusaha maksimal mengurangi resiko
usaha.Pada sisi penekanan harga, produksi dan keuntungan kekuatan oligopolistik
yang ada justru mengarah ke pembentukan monopoli yang sangat jauh dari mitos
“pasar yang penuh persaingan”. Kedua, industri media lebih berorientasi pada
pemenuhan keinginan market sesuai
dengan kriteria apa yang paling secara ekonomi dan politik bagi para pemilik
modal.
Dengan
menggunakan proposisi demikian, dapat dikatakan bahwa dalam konteks
kapitalisme, jurnalis dan produk media lebih merupakan “alat produksi”. Bila
selama ini media dilihat hanya dipengaruhi oleh aspek ideologis dan politis,
maka eknonomi-politik media massa melihat media dalam keterpengaruhannya dalam
ekonomi walaupun pada beberapa titik masih diperdebatkan. Melihat secara
politis dan ideologis dominasi kapitalisme secara ekonomis dalam dunia
komunikasi adalah salah satu cara untuk memahami monopoli kapitalisme atas
media.
F. Pengaruh
Iklan Dalam Praktik Komunikasi
Iklan
adalah penyokong ekonomi utama untuk meningkatkan kualitas dari fungsi
informasi dan hiburan dari komunikasi massa. Karena dari iklan lah media
mendapatkan sokongan keuangan dengan baik dari sektor perusahaan dan politik,
maka tak heran bila dikatakan bahwa media sangat bergantung pada sektor
komersil.
Tujuan
dari iklan adalah untuk mempengaruhi seseorang dalam suatu lingkungan.
Pemasangan iklan juga dapat menyerang program dengan iklan – iklan produk
mereka dan para pimpinan media juga tidak dapat menolaknya. Sisi positif dari
iklan adalah media tidak bergantung secara finansial kepada pemerintah atau
kekuatan politik. Tekanan ekonomi yang timbul dari pengaruh iklan dilihat dari
tiga cara :
1. Jumlah
materi komersil mnegurangi spot berita atau hiburan
2. Pemotongan
atau pembatalan anggaran untuk iklan dari para klien sangat mempengaruhi
perekonomian suatu institusi media
3. Pemasang
iklan dapat langsung beraksi bahkan sampai pada penarikan iklan apabila ada
sesuatu yang tidak menyenangkan mereka.
G. Diskusi
Kasus
Louis Alvin Day
mencontohkan sejumlah kasus yang dapat didiskusikan dalam bukunya yang berjudul
Ethics in Media Communications: Cases and Controversies. Wardsworth: 1991.
Diskusi kasus akan menggambarkan bagaimana rumitnya persilangan tekanan ekonomi
dan tanggung jawab sosial.
Kasus 1 : Koran Lokal dan
Perseroan
Kerja sama antara kota
Portsmouth dan Acme Industries merupakan keputusan yang bagus. Karena
perkembangan finansial kota Portsmouth kurang berkembang. Sedangkan Acme
Industries adalah perusahaan manufaktur untuk pesawat terbang terbesar serta
bekerja sama dengan Departemen Pertahanan untuk pengendalian helikopter, tank,
dan perlengkapan perang. Sehingga Acme Industries dapat meningkatkan finansial
Portsmouth di masa yang aan datang dengan mendukung industri kecil.
Untuk meyakinkan bahwa
Acme Industries ini sangat penting bagi penduduk Portsmouth, mereka mendirikan
rumah sakit, taman, dan menyumbangkan dananya untuk amal. The Banner-Herald
adalah surat kabar yang menjadi target utama Acme Industries untuk rencana PR
mereka. Berita-berita mengenai Acme Industries menjadi berita yang reguler dan
isi dari berita selalu dalam pengawasan PR Acme Industries. Hingga salah satu
reporter yang menerima berita via telepon bahwa jatuhnya helikopter milik Acme
Indutries. Helikopter tersebut dibuat dengan konstruksi yang buruk dengan
mengurangi standar kualitas yang ada. Dan salah satu pekerja membenarkan hal
tersebut, yang mana dilakukan untuk mempercepat pengiriman dan meningkatkan
profit margin.
Hale mempertimbangkan
untuk menampilkan berita ini dengan pertimbangan, jika skandal ini dimuat maka
kontrak dengan Departemen Pertahanan akan direview kembali dan otomatis
berdampak pada finansial perusahaan. Di lain pihak, inating jurnalistik Hale
mengatakan bahwa ini adalah sesuatu yang penting untuk dimuat. Karena menyangkut
hal kredibilitas surat kabar lokal. Ini merupakan kasus yang kompleks karena
banyak kepentingan yang terlibat pada kasus ini baik kredibilitas surat kabar,
keberlangsungan surat kabar, maupun perekonomian daerah.
Kasus ini merupakan
tanggung jawab sosial bukanlah suatu skandal. Keputusan Hale untuk mengunggah
berita tersebut adalah keputusan yang tepat
karena terjadi pemberitaan berimbang dengan mengakui keberadaan Acme
untuk kelangsungan perekonomian di Portsmouth dan Banner-Herald.
Kasus 2 : Iklan Bioskop
X-Rated dan Tekanan Masyarakat
Meningkatnya kekerasan,
perkosaan, dan pelecehan seksual di Pleasantville diduga karena bergesernya
nilai-nilai yang memperbolehkan segala sesuatu dan bergesernya nilai dalam
keluarga. Tetapi menurut Kelompok Masyarakat Peduli Moral dan Susila (KPMS)
munculnya bioskop X-Rated dan toko-toko yang menjual buku-buku dewasa sebagai
faktor utama meningkatnya angka kriminalitas, kekerasan, perkosaan, dan
pelecehan seksual. KPMS mengutarakan maksudnya untuk menolak dan mencopot iklan
dua bioskop porno yang ada di Pleasantville Beacon karena iklan tersebut
secara tidak langsung memberikan keuntungan pada bioskop tersebut.
Jika permohonan ini tidak
dipenuhi, maka KPMS akan memboikot para klien Beacon untuk mencabut seluruh
iklan mereka dari Beacon. Pada akhirnya Byers memutuskan untuk tidak memuat
iklan tersebut dengan pertimbangan tanggung jawab sosial yang diemban oleh
surat kabar. Dari
kedua kasus di atas, Alvin Day hendak menunjukkan betapa relasi ekonomi dan
etika komunikasi sangat rumit. Tekanan ekonomi yang begitu kuat mesti di
imbangi dengan keteguhan sikap untuk mengedepankan aspek yang lebih luhur yakni
etika.
---
Referensi :
Mufid, Muhamad. (2009). Etika dan Filsafat Ilmu
Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenamedia Group.
Comments
Post a Comment