12. KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULER
Pertanyaan :
Apakah ada media yang tidak mengutamakan
kepentingan yang berorientasikan ekonomi dan politik? Jika ada apa contoh
medianya? Jika tidak ada mengapa hal tersebut bisa terjadi?
A. Konflik
Kepentingan
Seseorang
menerima hibah, uang, honor, gaji dari seseorang/badan yang tidak mempunyai
niat baik dan akan dipakai sebagai alat memperlebar kekuasaan atau niat tidak
terhormat lainnya maka ini disebut konflik of interest. Novel Ali mengatakan
bahwa komunikasi itu kepentingan. Karena komunikasi identik dengan kepentingan
atau karena setiap sistem dan proses komunikasi menginsyaratkan kepentingan
maka (di balik) komunikasi cenderung selalu terbuka konflik kepentingan. Banyak
pakar yang berkeyakinan terdapat “ideologi” sebagai landasan komunikasi.
“Ideologi” komunikasi punya bermacam performance yang disebut kebenaran,
kejujuran, keadilan, keaslian, obyektivitas, faktual dan actual, maupun yang
dikenal sebagai kebohongan, kemunafikan, ketidakadilan, kepalsuan,
subjektifitas serta fakta semu. Performance “ideologi” komunikasi mendorong
pakar komunikasi memiliki sikap yang mendua dalam mengkaji proses komunikasi
artinya jika terjadi konflik kepentingan sebagai akibat berlangsungnya proses
komunikasi tertentu pakar komunikasi umumnya akan memandang fenomena itu
sebagai sesuatu yang biasa terjadi.
B. Pengertian
Konflik
Robbins (1996) dalam
“Organizational Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses
interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat yang
berpengaruh atas pihak pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
negatif. Menurut Luthans (1981), konflik
adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang bersumber pada keinginan
manusia yang mana saling bertentangan. Istilah konflik sendiri diterjemahkan
dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Oleh karena konflik bersumber pada keinginan maka perbedaan pendapat tidak
selalu berarti konflik. Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena
tidak selalu berdampak negative. Berbagai konflik yang ringan dan dapat
dikendalikan dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat dalam konflik.
C. Jenis-Jenis
Konflik
Menurut
James A. F. Stoner terdapat lima jenis konflik sebagai berikut:
1. Konflik
Intrapersonal
Konflik Intrapersonal
adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi bila pada
waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus. Dan dapat diketahui bahwa biasanya dalam diri seseorang terdapat
hal-hal seperti, sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang
bersaing, beraneka ragamnya cara berbeda yang mendorong peranan-peranan da
kebutuhan itu terlahirkan, banyaknya
bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongana dan tujuan,
terdapat aspek positif dan negati yang menghalangi tujuan.
Jika
konflik tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak
menyenangkan. Terdapat tiga macam bentuk konflik intersersonal, yaitu:
a. Konflik
pendekatan-pendekatan, contohnya adalah orang yang dihadapkan pada dua pilihan
yang sama-sama menarik.
b. Konflik
pendekatan-penghindaran, contohnya adalah orang yang dihadapkan pada dua
pilihan yang sama menyulitkannya.
c. Konflik
penghindaran-penghindaran, contohnya adalah orang yang dihadapkan pada satu hal
yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
2. Konflik
Interpersonal
Konflik Interpersonal
adalah pertentangan antara seorang dengan orang lain karena pertentangan
kepentingan atau keinginan. Konflik ini merupakan suatu dinamika yang amat
penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik ini akan melibatkan beberapa
peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan memengaruhi
proses pencapaian tujuan organisasi.
3. Konflik
antar-Individu dan Kelompok
Hal ini berhubungan
dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas,
yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat
dikatakan bahwa seorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia
tidak dapat mencapai norma-produktivitas kelompok tempat ia berada.
4. Konflik
antar Organisasi
Contoh seperti di bidang
ekonomi di mana Amerika dan negara lain dianggap sebagai bentuk konflik dan
konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik yang berdasarkan dari
antar organisasi biasanya menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk
baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber
daya lebih efisien.
D. Pengertian
Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah suatu keadaan
sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara,
politikus, eksekutif atau direktur persahaan, memiliki kepentingan profesional
dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan
orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat
timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau
tidak pantas. Konflik kepentingan menyebabkan benturan antara loyalitas
profesional dan kepentingan lain yang akan mengurangi kredibilitas agen moral.
Konflik muncul sebagai tarikan antara keberpihakan pada nilai partikular dan
kewajiban secara umum. Dalam konflik kepentingan, tidak ada satupun peraturan
yang melarang hal-hal yang potensial memunculkan konflik kepentingan.
Maka,
dapat dikatakan membagi kesetiaan bukanlah bagian dari pembentukan nilai moral
dasar. Beberapa organisasi profesi memang memiliki kebijakan tertentu untuk
menghadapi konflik kepentingan seperti melarang penerimaan perquisites (penghasilan tambahan) dan freebies (pemberian gratis) serta keterlibatan dalam organisasi
politik. Kode etik profesi juga mewajibkan jurnalis untuk menghindari konflik
kepentingan. Salah satu problem utama dalam menghilangkan konflik kepentingan
adalah keterlibatan struktur pada level tinggi.
E. Sumber
Konflik Kepentingan
Konflik
mempunyai beberapa penyebab yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu: perbedaan
komunikasi, structural, dan kepribadian. Perbedaan komunikasi adalah
perselisihan yang timbul dari kesulitan semantic, kesalahpahaman bahasa,
diskomunikasi, atau juga communication overload. Kedua itu adanya
perbedaan structural biasanya konflik ini muncul dari struktur-struktur
organisasi itu sendiri baik secara horizontal maupun vertical. Ketiga adalah
adanya perbedaan kepribadian seperti perbedaan latar belakang, pendidikan,
pengalaman, membentuk masing-masing individu ke dalam suatu kepribadian yang
unik. Dari sudut pandang komunikasi, sumber konflik kepentingan utama adalah:
1) Hubungan
yang menimbulka konflik (conflicting relationships)
Contohnya ketika
perusahaan PR menangani klien dari perusahaan perminyakan, namun pada saat yang
sama juga memiliki klien dari organisasi pelestarian lingkungan. Hal ini yang
biasanya akan menimbulkan konflik
2) Pemberian
dan hadiah (gifts and perks)
Praktisi komunikasi yang
bertanggung jawab terhadap audiensnya dan jika ia menerima hadiah, cendera mata
dan pemberian lainnya yang mengandung unsur kepentingan tersembunyi (vested
interests), maka akan menimbulkan keraguan terhadap obyektifitas praktisi
komunikasi dan akan muncul konflik jika dilakukan terus-menerus.
3) Checkbook
Journalism
Hal ini terjadi ketika
media membayar narasumber, sehingga media yang bersangkutan akan memperoleh hak
eksklusif untuk menampilkan narasumber tersebut.
4) Hubungan
Personal
Dalam hal ini akan sulit
jika harus mengkomunikasikan pesan yang bersinggungan dengan seseorang yang
memiliki hubunga personal. Maka dari itu, kebanyakan praktisi komunikasi
memilih menghindar dari kedekatan personal. Contohnya seperti perusahaan yang
melarang adanya kedekatan family antar karyawannya.
5) Partisipasi
Politik
Praktisi komunikasi juga
bagian dari publik secara umum yang ada interaksi dirinya dengan masyarakat di
mana ia berada.
F. Media
dan Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan media
terkait dua pihak yaitu penguasan dan pengusaha. Media yang dimiliki oleh
pengusaha tertentu pasti memiliki konflik kepentingan (tidak netral). Pelayanan
media massa bersifat sosial bukan politik. Sebaliknya, pelayanan politik
bersifat politik, bukan sosial. Jika pelayanan media bersifat politik maka,
muatan di dalamnya hanyalah berfungsi sebagai variabel antara yang artinya
pembentukan atau perubahan kognisi, afeksi maupun konasi politik lewas media
massa, dengan sendirinya terealisasi, kecuali setelah melampaui berbagai proses
sosial. Sebaliknya, jika media massa terperangkap oleh kepentingan public
praktis, kinerjanya akan lebih bersifat monoton karena terlalu dominan misi
politik, yang dibebankan pada media. Di sisi lain, media massa yang tidak
menjadi apparatus politik, akan lebih mampu memenuhi dan menciptakan selera
publiknya.
Konflik kepentingan media
yang sudah merambat bisnisnya itu, terjadi dengan pemasang iklan, politikus,
pimpinan pemerintahan, dan lainnya yang menyebabkan media tidak lagi kritis dan
semakin sedikit kepentingan publik yang diangkat oleh media massa “mainstream”.
Menurut Ashadi Siregar, keberadaan media massa perlu dilihat dari konteks
epistemologis, dengan melihat jurnalisme sebagai suatu susunan pengetahuan
dalam menghadapi realitas sosial yang mengutamakan informasi factual berkonteks
kehidupan publik. Fungsinya sebagai institusi sosial yang mengangkat
fakta-fakta sosial sebagai informasi jurnalisme dan fungsi utamanya untuk
menyampaikan berita. Berita dapat dilihat dari berbagai definisi yaitu,
mengambil salah satu unsur kelayakan berita (newsworthy) seperti
kebaruan (newness), atau penting (significance).
Orientasi jurnalisme pada
dasarnya bertolak dari dua sisi, pertama bersifat teknis berkaitan dengan
standar kelayakan berita dan kedua bersifat etis dengan standar normatif
(profesionalisme) dalam menghadapi fakta-fakta. Kepentingan media dilihat dari
orientasinya, agar bisa dihipotesiskan, dengan menjalankan orientasi sosial, maka
fungsi imperative media jurnalisme akan tinggi, begitu juga sebaliknya jika
media menjalankan orientasi ekonomi-politik. Hakikat jurnalis adalah pekerja
kultural karena berurusan dengan wancana. Pada tataran teknis, proses kerja
seorang jurnalis dalam mengolah fakta publik ke informasi jurnalisme digerakkan
oleh politik pemberitaan dari organisasi keredaksiannya. Maka dari itu, prinsip
utama jurnalisme adalah obyektifitas dan kecermatan (accuracy).
G. Pendekatan
Terhadap Konflik Kepentingan
Sejatinya
tidak ada solusi yang tuntas untuk penyelesaian konflik kepentingan. Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan untuk melakukan penanganan konflik :
1. Berkompetisi
Hal ini dapat dilakukan
sukses ketika membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan kita
sangat penting. Hanya diperhatikan situasi win-win solution akan terjadi
disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan-bawahan,
atasan menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan bawahan.
2. Menghindari
Konflik
Hal ini dapat dilakukan
jika salah satu pihak menghindari situasi tersebut secara fisik maupun
psikologis. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, membekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik sewaktu-waktu dapat terjadi diwaktu yang tidak tepat konflik tersebut
muncul kembali dan ditambah jika salah satu pihak menjadi stress karena masih
memiliki utang menyelesaikan masalah.
3. Akomodasi
Jika kita mengalah dan
mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat keuntungan
dari situasi konflik itu atau disebut dengan scarifying behavior. Hal
ini dapat dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama
atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
4. Kompromi
Tindakan ini dapat
dilakukan jika kedua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama-sama
penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing – masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi win-win
solution.
5. Berkolaborasi
Menciptakan situasi win-win
solution dengan saling bekerja sama. Jika terjadi konflik pada lingkungan
kerja, kepentingan dan hubungan antarpribadi menjadi hal yang haru kita
pertimbangkan. Untuk mengantisipasi agar konflik tidak terjadi lagi, kita perlu
melakukan hal – hal ini :
-
Instrospeksi diri, yakni
bagaimana biasanya menghadapi konflik, gaya apa yang digunakan dan apasaja yang
menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting karena kita dapat mengukur
kekuatan kita.
-
Mengevaluasi pihak-pihak
yang terlibat. Mengidentifikasi kepentingan yang mereka miliki, bagaimana nilai
dan sikap mereka atas konflik tersebut dan apa perasaan mereka ketika terjadi
konflik. Semakin besar jika kita melihat konflik yang terjadi dari semua sudut
pandang.
-
Identifikasi sumber
konflik. Sumber konflik harus teridentifikasi sehingga sasaran penanganan lebih
terarah kepada sebab konflik.
-
Mengetahui pilihan
penyelesaian atau penganan konflik yang ada dan memilih waktu yang tepat.
---
Referensi :
Mufid, Muhamad. (2009). Etika dan Filsafat Ilmu
Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenamedia Group.
Comments
Post a Comment